Mengapa saya bermimpi menjadi seorang Psikolog (Tugas Softskill)

Ayam mulai membuka suaranya,  suara anjing tetangga yang terdengar mengonggong dibarengi suara jangkrik, kodok, dan derap langkah kucing-kucing liar terdengar di atas atap rumah tetangga. Semua itu terdengar jelas di telingaku, bagaimana tidak aku merasa hidupku lebih tenang jika malam hari layaknya seorang kelelawar atau hewan-hewan lainya yang aktif di malam hari. Hal ini berbeda, di dunia yang begitu berwarna dan cerah aku lebih suka aroma malam dengan berbagai suara yang menurutku menenangkan seperti perkataan ibu pada anaknya yang masih cengeng “tidak apa-apa… tidak apa-apa…” begitulah suara malam itu bercerita. Hingga aku memulai mulai menulis. Aku tidak tahu ini sifat bawaan apa sifat alamiah, tapi salah-satu kakak dari ibu ku memiliki sifat yang hampir sama seperti diriku, sifat suka menolong. Uwa ku bercerita bahwa saat masih muda ia selalu menolong orang. Ia berkata ” Jika kau pernah merasa kecewa atas tanggapan orang yang telah kau tolong, teruskanlah sifat penolong itu karenanya kau akan menjadi orang yang mulia” kata-kata itu adalah yang menginspirasikan aku hingga saat ini, dimasa 10 tahun mendatang. Jika kalian merasa hal ini tidak ada kaitanya dengan cita-cita ku, kalian salah besar karena semua mimpi berasal dari situ. Tapi salah satu faktor pendukung juga karena dulu aku pernah disekolahkan di sekolah islami dan wajar saja kalau aku masih memegang teguh nilai-nilai itu. Aku merasa diberi petunjuk dan perlindungan ketika mulai bersekolah di sekolah negeri atau lebih tepatnya di lingkungan baru, lingkungan yang sebenarnya. Di SMP mulailah pelajaran bimbingan konseling dan akhirnya keluar juga pertanyaan yang selalu aku pikirkan jawabanya selama bertahun-tahun lamanya, pertanyaan itu selalu bertuliskan “Apakah cita-cita mu? Sebutkan alasanya!” lalu mulailah aku berpikir panjang-pendek, atas-bawah, depam-belakang, pojok kanan-pojok kiri sampai mentok lagi di wajah sang guru. Kehabisan akal, aku mulai menguping jawaban teman-teman sekelasku. Ada yang mau jadi dokter (ini biasamya dipakai jika kehabisan akal, dan hampir semua ortu menerapkan prinsip ini sejak anaknya disekolahkan di sd. Jadi jangan pernah salahkan anak ya para oarang-tua…), ada yang mau jadi penyanyi, pemain film, dokter hewan, akuntan, manajer perusahaan, pegawai, dan ting! Muncul lagi profesi baru yang jarang terdengar.. yaitu menjadi seorang Psikiater. Wah semenjak itu aku selalu mencari-cari informasi mengenai dunia yang asing tetapi menarik untuk aku ketahui lebih lanjut karena menyangkut masalah kejiwaan seseorang tetapi ada sifat “menolong”nya juga di dalam profesi tersebut. Pada saat itu aku belum mengetahui perbedaan psikiater dan psikolog. Karena penasaran, aku meminjam buku temanku yang menyerukan profesi aneh itu. Tetapi tidak habis aku baca karena bahasanya bukan untuk kalangan anak-anak SMP. Langsung saja aku berikan lagi dan beberapa hari kemudian aku baca artikel di warnet mengenai profesi ini. Oh ternyata psikiater dan psikolog itu berbeda. Walaupun dua-duanya sama-sama memangani masalah kejiwaan seseorang, tetapi aku lebih memilih profesi psikolog dibandingkan psikiater karena aku sudah bosan bolak-balik rumah sakit lebih baik menjadi psikolog menurutku karena bisa kerja di banyak tempat. Dulu aku berpikir profesi ini ada hubunganya dengan masalah kejiwaan seseorang dan aku berpendapat pada saat itu bahwa menjadi psikolog itu sangatlah keren dibandingkan dokter, karena bisa membaca pikiran orang lain. Itu unik! Di SMA banyak teman-teman ku dan guru-guru ku yang mengetahui cita-citaku menjadi seorang psikolog, ada yang pro ada juga yang kontra. Tapi yang paling penting, aku tidak perlu repot-repot berpikir panjang-luas, depan-belakang, dan juga menghitung rumus-rumus fisika yang sangatlah ribet karena aku telah mengetahui cita-citaku. Jadi hal itu sangatlah meringankan mentalku. Aku banyak membeli buku tentang psikolog semenjak SMA dengan hasil sisa uang saku yang aku tabung, tetapi kurasa hal ini belumlah maximal. Untuk menguji mentalku aku masuk ke dalam klub karate selama dua tahun, dari awal aku memang tidak akan mendalami seserius temanku, aku hanya akan belajar dan menikmati gejala dan akibat yang diterima mentalku. Kurasa itu penting, dan aku mengikuti alur saja. Tapi setelah masa yang ditunggu-tunggu tiba akhirnya aku mendapatkan juara juga. Walaupun dengan perpisahan yang tidak mengenakan, aku sakit! Ada beberapa organ yang cedera dan memutuskan untuk berhenti. Inilah saat yang paling pas. Aku telah belajar banyak mengenai kedisiplinan, latihan keras, dan juga hasil yang di peroleh dari latihan karate. Aku telah mencapai misiku, untuk meraih pengalaman berharga. Tetapi belum sampai situ, selain otot, emosi dan keteraturan, aku juga harus menyeimbangkan otak ku untuk UN yang akan datang. Dan mempertimbangkan sekolah tinggi mana yang akan aku pilih. Aku percaya akan kata-kata dari temanku yang ia dapatkan dari orang lain “Jika kau mencoba meraih bintang setinggi-tingginya tak apa, jangan takut. Karena jika kau terjatuh, kau terjatuh diantara bintang-bintang lainya” aku terjatuh, tidak lolos seleksi UGM waktu itu, aku tahu ada universitas negeri lain yang masih bukan pendaftaran tetapi aku stop karena atas izin restu yang tidak memperbolehkan aku kuliah diluar jabodetabek. Malu aku akui kalau aku cukup bangga bisa kuliah di Gunadarma, karena dalam hati kecilku berkata “Tak apa, kau terjatuh di antara bintang-bintang. Masih bintang”. Tapi sayangnya, aku dikalahkan oleh nafsu, sekarang ini aku telah kalah 1-0 dengan nafsu ku. Nafsu ingin bermain game dan menjauhi pelajaran, nafsu hanya ingin bermain. Karena aku lelah, bolak-balik bogor depok yang bisa ditempuh selama dua jam dari rumah ku. Sedangkan aku tidak boleh ngekos karena aku telah tinggal sendiri semenjak SMA, jadi aku harus menjaga rumah ini. Tapi dirumah ini bukanya fokus belajar malah jadi main game, jadinya aku dikalahkan oleh waktu. Di semester yang sekarang ini, aku telah berkata pada diriku belajarlah dari kesalahan di masa lalu, jalani apa yang ada sekarang ini, dan buat rencana kedepanya karena aku tahu hal-hal yang membuatku bersemangat adalah rencana-rencana ku yang tentunya akan terlaksana jika mendapatkan ridho dari-Nya. Semuanya kembali kepada-Nya aku tidak mau memikirkan yang macam-macam lagi, manusia boleh berencana akupun boleh dengan cita-citaku tetapi pada akhirnya Tuhan-lah yang menentukan jalanya.